Simplicity

May 29th, 2010

Knowledge, Jalan Menuju Kebijaksanaan

Posted by Didit Adipratama in Knowledge Management

Dalam globalisasi versi 3.0 seperti dilukiskan Thomas L Friedman (The World is Flat, 2005), dunia tidaklah berukuran kecil, tetapi sangat kecil yang terjadi lewat konvergensi (penyatuan) antarkomputer pribadi. Dari depan layer monitor, seseorang dapat mengakses informasi dari seantero jagat lewat jaringan serat optic, si “pengubah dunia” itu dengan berkali kali lipat lebih banyak (gigabytes, terabytes, hingga tak terbatas) dan lebih murah; berkomunikasi dan bekerja sama dengan individu lain tanpa menghiraukan jarak.

Globalisasi versi 3.0 sejatinya adalah cerita tentang evolusi informasi itu sendiri: Setelah tertulis selama berabad-abad di lembaran kertas, saat ini informasi mewujud secara mutakhir dalam dalam “kepingan” digital. Jaringan serat optic kemudian menjadi jalan bebas hambatan yang memungkinkan informasi digital ini mengalir kekamar kita, kemeja makan kita, keruang-ruang privasi kita, dalam proses penyatuan dunia lewat personal computer. Walhasil, masyarakat kita dimasa mendatang adalah masyarakat yang terus menerus mengalami banjir informasi.

Terlebih, kemampuan teknologi untuk memproses serbuan knowledge juga akan bergerak cepat berkembang sesuai hokum moore. Kecepatan berkembangnya kapabilitas knowledge yang sangat radikal itu bertambah dalam jumlah besaran yang tidak terbayangkan (2 pangkat 100 atau ribuan miliar) menjadikan kehidupan kita di abad ke-21 ini sangat berbeda sekali dengan bad-abad sebelumnya.

Membanjirnya lautan knowledge tadi jauh melampaui kemampuansosial dan norma norma etika kita untuk mengendalikannya. Disinilah diperlukan arah jelas menuju wisdom agar kemajuan sains dan teknologi tetap berada dalam koridor etika. Dengan titian wisdom, kebijakn informasi bebas hambatan juga tidak membuat generasi kita lepas kendali. Kepesatan kemajuan teknologi informasi ini tidak menyeret kaumremaja menjadi semata-mata komoditas konersial bagi para pemodal. Dibukanya keran informasi ini justru mesti berperan sebagai sarana transfornasi guna mencerdskan masyuarakat melalui e-network (misalnya e-education, e-healthcare, atau e-goernance).

Perlu diingat ahwa rezim KBE bukan hanya mampu mendongkrak efisiensi dn produktifitas, tetapi dalam waktu bersamaan juga berpotensi menguras SDA yang jumlahnya terbatas dna sebagian tak dapat diperbaharui. Karena itulah, diera KBE ini, para kapitalis mulai beralih kepada knowledge– yang notabene bersifat non fisik dan dapat diperbaharui-seagai andalan untuk mengeruk keuntungan sebesar-berasnya.

Di dunia akademis, isu knowledge untuk profit seeking juga menggejala. Belakangan muncul kecenderungan untuk menjadikan dunia pendidikan sebagai industri “pencetak uang”. Upaya “menjual” ini bukan saja dilakukan oleh pewrguruan tinggi suasta (PTS), tetapi merambah pula ke perguruan tinggi negeri (PTN) yang lebih gemar meraup jumlah mahasiswa besar, sementara melupakan peranya sebagai universitas riset.

Dalam persaingan ketat saat ini, sebetulnya sah-sah saja bagi universitas bila ingin menerapkan korporat berbasis entrepreneuship. Namun, hal tersebut perlu dibarengi dennga kesadaran penuh bahwa profit yhang diperoleh tidak mengalir ketangan para kapitalis serakah, melainkan digunakan semaksimal mungkin untuk penunkatan mutu pendidikan (excellent educational system). Disinilah perlunya pilar etika (value system)sebagai guardian of value bagi penyelenggara pendidikan. Hanya denan cara itu, misi suci dunia pendidikan untuk mengembankan knowledge sebagai cahaya pencerahan yang menumuhkan wisdom bagi masyarakat dpat terwujud.

Sangat berbahaya memang melihat para knowledge hanya terbatas pada pandangan dunia yang mekanistis-materialistis. Selama lebih dsari 400 tahun pandangan yang memisahkan antara mind dan matter, warisan dari pendekatan filosofis Descartes dan Newton, masih mendominasi pemikiran para perencana pembangunan saat ini.

Padahal, kita tahu, strategi yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) secara sempit-semata-mata mencapai sasaran output, produksi dan uang-mengandung kekuatan yang destrukrif. Dan, hal itu sebetulnya dapat dihindari bila kita maumelihat knowledge sebagai “sasaran antara” untuk mencapai wisdom. Kemajuan sains modern dibidang bio teknologi pertanian dan kedokteran telah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Namun kemajuan teknologi mutakhir dibidang nuklir, telekomunikasi, computer, robotic, dsan nanoteknologi dsapat pula berpotensi sebagai alat pemusnah missal bila apikasinya tidsak dibarengi wisdom.

Kearifan memahami knowledge dapat diperoleh setelah membedakannya dengan informasi.. sering kali knowledge dan information dipandang sebagai sinonim, meski keduannya memiliki perbedaan mendasar. Informasi dimiliki seseorang melalui estafet dari tangan ke tangan. Informasi, karenanya, dapat dimiliki seseorang lantaran ia semata-mata “mengetahui sesuatu” (knowledge about thins). Sementara knowledge lebih merefleksikan “proses belajar” untuk menghasilkan pengetahuan atyau kemampuan tertentu : “knowing how”.

Berbeda dari knowing about things (informasi), knowing how (knowledge) merupakan fenomina kolektif yang penguasaannya diperoleh melalui berbagai pengalaman (sharing) di antara kelompok organisasi. Ibarat timm sepakbola, kekuatan daya saing tim tidak semata mata di tentukan oleh kemampuan individu masin-masin pemain, tetapi lebih disebabkan oleh kerja efektif tim berdasarkan pengalaman kerja sama (sharing Knowlede) para anggota tim itu, termasuk para manajer dan pelatihannya. Knowledge karenannya memiliki status yang lebih tinggi ketimbang information.

Knowledge bahkan duduk diposisi yang luhur. Tatkala menjelaskan makna knowledge, Dr A.P.J Abdul Kalam mantan Presiden India membuat rumusan yang sangat indah. Menurut dia, knowledge mempunyai arti pencerahan bagi masyarakat. Knowledge merupakan kombinasi dari kreativitas, kebajikan, dan keberanian (knowledge=creativity+righteousness+courae). Hubunan antara kreativitas dan knowledge dinyatakan secara puitis oleh kalam:

Belajar menumbuhkan kreativitas

Kreativitas mendorong untuk berpikir

Berpikir mewnumbuhkan knowledge

Knowledge membuat anda bernilai

Lebih dari itu, knowledge juga mengandung arti mulia karena dating sebagai nyanyian suci (a divine hymn) atau rahmat Tuhan. Inilah mengapa Nabi Adam yang diciptakan lemah secara fisik tetapi dipercaya Tuhan sebagai khalifah dimuka bumi. Rahasianya adalah Adam diberi modal ilmu pengetahuan, yang justru merupakan sumber kekuatannya. Dengan ilmu pengetahuan itu pula kelak manusia melahirkan kebudayaan, keteraturan berbangsa, dan perdamaian dunia.

May 29th, 2010

Knowledge dan Inovasi: Prakondisi Daya Saing

Posted by Didit Adipratama in Knowledge Management

Seberapa penting knowledge? Francis Bacon bahkan telah menjawabnya pada abad ke-15, lewat adagium “ knowledge is power” yang terkenal itu. Tapi bacon tak pernah menyangka, lima ratus tahun kemudian knowledge menjadi kekuatan super jika bukan paling super untuk membiakkan kekayaan. Dan ia adalah Bill Gates, salah satu ikon abad ke – 20, yang denganBacon bagaikan terhubung seutas benang merah. Bos Microsoft ini telah di membuktikan “the power of knowledge” ke tingkat yang tak terbayangkan sebelumnya, bahkan oleh bacon.

Selama 13 tahun berturut turut, sejak 1995 hingga 2007, Bill Gates dinobatkan majalah Forbes sebagai “Orang Terkaya di Dunia” dengan pundit-pundi kekayaan pribadi (net worth) sebesar 101 miliar dollar AS (1999). Padahal Gates bukanlah tuan tanah, bukan pemilik tambang minyak dan emas, bukan pula industrialis atau pun dictator yang memiliki tentara sangat kuat. Gates, kitatahu, “Cuma” pendiri perusahaan piranti lunak computer (software). Namun, lewat Microsoft yang dikibarkannya pada 1975, Gates merontokan dominasi para penguasa mineral atau para pewaris takhta kerajaan sebagai  “ the World’s Richest People” inilah untuk kali pertama dalam sejarah, manusia terkaya didunia hanya bermodalkan knowledge, khususnya ilmu tentang komputasi.

Pergeseran “kekuasaan” memang tengah berlangsung. Selama berabad-aad, sumber daya alam (SDA), seperti tanah, mineral, minyak bumi, dan hutan, merupakan modal kesuksesan suatu bangsa. Tapi tiba-tiba SDA bukan lagi factor utama. Balakangan orang menemukan kekuatan baru yang bersifast nonfisik dan selalu terbarukan; inilah knowledge atau ilmu pengetahuan.

Dan, kemunculan teknologi informasi (TI) pada abad ke 20 merupakan lompatan besar dalam knowledge, sekaligus pengubah wajah perekonomian dunia. Simak fakta menakjubkan ini; jika nilai seluruh logam emas yang pewrnah ditambang umat manusia digabung, yakni meliputi penambangan zaman pra Mesir Kuno hingga penambangan modern, seperti di Freeport, Papua, termasuk pula sebagai cadangan Negara, seperti deposit emas Amerika Serikat di Fort Knox, maka jumlahnya ternyata kurang dari nilai enam perusahaan computer berbasis high tech Amerika Serikat, yaitu Microsoft, Intel, IBM, Cisco, Lucent, dan Dell.

Adalah Alvin Toffler yang pada 1995 mulai mendengungkan knowledge based society (KBS) sebagai puncak pewrkembangan masyarakat. Dalam KBS, menurut Toffler, knowledge menjadi inti sumber daya ekonomi masyarakat. Beberapa tahun kemudian, Peter F. Drucker menyinggung pentingnya knowledge bagi Negara-negara berkembang. Kata Drucker, Dunia Ketiga dapat membawa perusahaan besar pada kemajuan dunia modern jika berhasil melalui jalan KBS.

Korea Selatan (Korsel) adalah bekas Negara berkembang yang maju pesat lewat knowledge. Pada tahun 1960 angka Produk Domestik Bruto (PDB) Korsel serupa dengan Ghana di Afrika. Tapi setelah bertransformasi ke KBS melalui pembangunan tiga dasawarsa, Korsel kini mengantungi PDB 15 kali lipat Ghana dan dapat menepuk dada sebagai salah satu Macan Asia. Sementara Ghana yang tak mempersiapkan diri kejalan KBS tetap terbelakang. Sebagai negeri berbasis knowledge, negeri Gingseng tercatat       Sebagai Negara dengan keunggulan kompetitif (competitive advantagea) yuang terpandang produk teknologi Korsel bertebaran di seluruh dunia menyaingi seniornya di Asia, yakni Jepang, dan Negara-negara Barat. Jika di tarik ke lapis paling dasar, keunggulan Korsel tidak terlepas dari besarnya jumlah peneliti sebagai agent of knowledge di Negara itu yang mencapai 29,2 per 10.000 penduduk, bandingkan dengan Indonesia yang 4,7 per 10.000 penduduk (2007).

Knowledge, teknologi, dan keahlian telah menjadi sumber competitiuve advantage yang penting bagi suatu bangsa untuk bersaing di masa mendatang. Hal ini mengandung isyarat bahwa bangsa Indonesia tidak boleh bernina bobo oleh slogan “Gemah Ripah Loh Jinawi” yang kerap didengung dengungkan sejak di bangku sekolah dasar, yakni bahwa Negara kita kaya SDA untuk mencukupi seluruh kebutuhan bangsa. Sebab, era keunggulan komparatif (comparative advantage) berangsur-angsur memasuki masa senja.

  • Monthly

  • Binusian Link

  • Meta

    • Subscribe to RSS feed
    • The latest comments to all posts in RSS
    • Subscribe to Atom feed
    • Powered by WordPress; state-of-the-art semantic personal publishing platform.
    • Firefox - Rediscover the web